Kata Pengantar
Halo, selamat datang di Ilmu.co.id. Sejarah adalah bidang ilmu yang menarik dan kompleks yang telah dipelajari dan dibahas para ahli selama berabad-abad. Setiap ahli mempunyai perspektif dan definisi sendiri-sendiri tentang apa itu sejarah. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi berbagai pengertian sejarah menurut para ahli dan membahas kelebihan dan kekurangan masing-masing definisi tersebut.
Pendahuluan
Sejarah adalah studi tentang masa lalu untuk memahami masa kini dan merencanakan masa depan. Hal ini melibatkan penyelidikan peristiwa, orang, dan lembaga yang membentuk pengalaman manusia sepanjang waktu. Para ahli telah mendefinisikan sejarah dengan berbagai cara, mencerminkan keragaman pendekatan dan perspektif dalam bidang ini.
Salah satu definisi paling awal tentang sejarah berasal dari Herodotus, seorang sejarawan Yunani abad ke-5 SM. Herodotus mendefinisikan sejarah sebagai “pertanyaan tentang masa lalu” dan menekankan pentingnya penyelidikan dan verifikasi fakta historis.
Thucydides, seorang sejarawan Yunani lainnya, berpendapat bahwa sejarah adalah “milik selamanya” dan memberikan wawasan berharga tentang sifat manusia dan masyarakat. Dia berpendapat bahwa dengan mempelajari sejarah, kita dapat memperoleh pelajaran yang akan membantu kita menghindari kesalahan di masa depan.
Sejarawan Romawi abad ke-1 SM, Sallust, mendefinisikan sejarah sebagai “kisah tentang perbuatan besar” dan berfokus pada tindakan individu dalam membentuk jalannya sejarah.
Dalam abad pertengahan, Santo Agustinus dari Hippo mendefinisikan sejarah sebagai “kesaksian tentang waktu” dan menekankan peran Tuhan dalam mengarahkan urusan manusia.
Selama Renaisans, humanis Italia seperti Leonardo da Vinci dan Niccolò Machiavelli mendefinisikan sejarah sebagai “cermin pangeran” dan percaya bahwa pembelajaran sejarah dapat memberikan panduan moral dan politik bagi para penguasa.
Pada abad ke-19, sejarawan Jerman Leopold von Ranke mendefinisikan sejarah sebagai “sains tentang hal-hal seperti apa adanya” dan menekankan perlunya penelitian objektif dan tidak bias.
Pengertian Sejarah Menurut Para Ahli
Herodotus (Sekitar 484-425 SM)
Herodotus, seorang sejarawan Yunani yang terkenal dengan karyanya “Sejarah”, mendefinisikan sejarah sebagai “pertanyaan atau penelusuran tentang masa lalu”. Bagi Herodotus, sejarah adalah suatu proses berkelanjutan untuk mencari tahu apa yang telah terjadi di masa lalu. Ia menekankan pentingnya mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan melakukan verifikasi terhadap kebenarannya.
Thucydides (Sekitar 460-395 SM)
Thucydides, seorang sejarawan Yunani yang terkenal dengan karyanya “Sejarah Perang Peloponnesia”, berpendapat bahwa sejarah adalah “milik selamanya”. Ia meyakini bahwa dengan mempelajari sejarah, manusia dapat memperoleh pelajaran berharga tentang sifat manusia dan perilaku politik. Thucydides menekankan pentingnya rasionalitas dan objektivitas dalam penulisan sejarah.
Polybius (Sekitar 200-118 SM)
Polybius, seorang sejarawan Yunani yang terkenal dengan karyanya “Sejarah”, mendefinisikan sejarah sebagai “kisah praktis tentang apa yang telah terjadi di masa lalu”. Bagi Polybius, sejarah adalah suatu panduan praktis untuk tindakan politik dan militer. Ia menekankan pentingnya pengalaman dan pengamatan langsung dalam penulisan sejarah.
Sallust (Sekitar 86-34 SM)
Sallust, seorang sejarawan Romawi yang terkenal dengan karyanya “Conspiracy of Catiline” dan “The Jugurthine War”, mendefinisikan sejarah sebagai “kisah tentang perbuatan besar”. Bagi Sallust, sejarah harus fokus pada tindakan dan pencapaian tokoh-tokoh penting dalam masyarakat. Ia menekankan pentingnya moralitas dan kepentingan publik dalam penulisan sejarah.
Livy (Sekitar 59 SM – 17 M)
Livy, seorang sejarawan Romawi yang terkenal dengan karyanya “Ab Urbe Condita” (Dari Berdirinya Kota), mendefinisikan sejarah sebagai “kisah tentang peristiwa tahunan”. Bagi Livy, sejarah adalah catatan kronologis peristiwa yang terjadi di masa lalu. Ia menekankan pentingnya akurasi dan ketelitian dalam penulisan sejarah.
Tacitus (Sekitar 56-117 M)
Tacitus, seorang sejarawan Romawi yang terkenal dengan karyanya “Annals” dan “Histories”, mendefinisikan sejarah sebagai “kisah tentang zaman lampau”. Bagi Tacitus, sejarah memiliki fungsi moral dan politik. Ia menekankan pentingnya mengungkap kebenaran dan mengutuk keburukan dalam penulisan sejarah.
Augustine (354-430 M)
Augustine, seorang filsuf dan teolog Kristen yang terkenal, mendefinisikan sejarah sebagai “kesaksian waktu”. Bagi Augustine, sejarah adalah bukti dari karya Tuhan di dunia. Ia menekankan pentingnya pemeliharaan dan campur tangan Tuhan dalam jalannya sejarah.
Ibn Khaldun (1332-1406 M)
Ibn Khaldun, seorang sejarawan dan sosiolog Muslim, mendefinisikan sejarah sebagai “ilmu tentang masyarakat manusia”. Bagi Ibn Khaldun, sejarah adalah studi tentang perkembangan dan kejatuhan peradaban. Ia menekankan pentingnya faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial dalam membentuk jalannya sejarah.
Niccolò Machiavelli (1469-1527 M)
Niccolò Machiavelli, seorang filsuf politik Italia, mendefinisikan sejarah sebagai “cermin bagi pangeran”. Bagi Machiavelli, sejarah adalah pelajaran bagi para penguasa tentang cara memerintah dan mempertahankan kekuasaan. Ia menekankan pentingnya kelicikan, tipu daya, dan kekerasan dalam politik.
Giambattista Vico (1668-1744 M)
Giambattista Vico, seorang filsuf dan sejarawan Italia, mendefinisikan sejarah sebagai “sains baru”. Bagi Vico, sejarah adalah studi tentang perkembangan pikiran dan budaya manusia. Ia menekankan pentingnya memahami konteks sejarah dan perspektif budaya yang berbeda.
David Hume (1711-1776 M)
David Hume, seorang filsuf Skotlandia, mendefinisikan sejarah sebagai “filsafat yang mengajarkan kita tentang kehidupan manusia”. Bagi Hume, sejarah adalah studi tentang sifat manusia dan masyarakat. Ia menekankan pentingnya pengalaman dan pengamatan dalam penulisan sejarah.
Voltaire (1694-1778 M)
Voltaire, seorang filsuf dan sejarawan Prancis, mendefinisikan sejarah sebagai “kumpulan fakta palsu yang disepakati”. Bagi Voltaire, sejarah sering kali ditulis oleh para pemenang dan penguasa, dan oleh karena itu tidak selalu dapat diandalkan. Ia menekankan pentingnya skeptisisme dan kritisme dalam penulisan sejarah.
Edward Gibbon (1737-1794 M)
Edward Gibbon, seorang sejarawan Inggris, mendefinisikan sejarah sebagai “catatan tentang kemunduran dan kejatuhan Kekaisaran Romawi”. Bagi Gibbon, sejarah adalah studi tentang sebab-sebab dan konsekuensi dari kejatuhan peradaban. Ia menekankan pentingnya mempelajari sejarah untuk menghindari kesalahan di masa depan.
Leopold von Ranke (1795-1886 M)
Leopold von Ranke, seorang sejarawan Jerman, mendefinisikan sejarah sebagai “ilmu tentang apa yang sebenarnya terjadi”. Bagi Ranke, sejarah harus ditulis secara objektif dan tidak bias. Ia menekankan pentingnya bukti kontemporer dan penelitian arsip dalam penulisan sejarah.
Frederic William Maitland (1850-1906 M)
Frederic William Maitland, seorang sejarawan hukum Inggris, mendefinisikan sejarah sebagai “studi tentang apa yang terjadi”. Bagi Maitland, sejarah adalah studi tentang perubahan dan perkembangan masyarakat. Ia menekankan pentingnya memahami konteks hukum dan sosial dalam penulisan sejarah.
Marc Bloch (1886-1944 M)
Marc Bloch, seorang sejarawan Prancis, mendefinisikan sejarah sebagai “ilmu manusia dalam waktu”. Bagi Bloch, sejarah adalah studi tentang pengalaman manusia dalam konteks waktu. Ia menekankan pentingnya memahami peran individu dan struktur sosial dalam membentuk jalannya sejarah.